Wednesday, July 12, 2017

Single Bite

Siang di kota Semarang masih saja sepanas biasanya ketika bulan Juni memulai harinya. Aku sendiri masih berada di luar sebuah ruang ICU salah satu rumah sakit terbaik dan terbesar di kota ini. Di sampingku seorang pria sedikit diatas usiaku masih saja mendekap seorang perempuan setengah baya yang terus saja terisak.
"Pokoknya mama gak terima Lex, dia harus di hukum seberat beratnya! Mama ga terima Sasa jadi begini." kata perempuan itu di tengah isaknya yang tak juga mereda sementara lelaki yang kukenal bernama Alexander itu hanya membelai pelan rambut perempuan dalam dekapannya.
Sejenak aku menatap keduanya sebelum mataku bertemu dengan mata hitam lelaki itu. Aku tahu, ditengah tubuh tegap yang kini mencoba tegar memeluk sang mama tercinta, lelaki itu menyimpan kepedihan yang sama sekaligus kemarahan yang aku tahu juga cukup mengerikan untuk mengirim seseorang ke kamar jenazah rumah sakit ini.
"Siang tante, Lex, maaf baru bisa ke sini." sapaku pelan takut mengganggu pasangan ibu dan anak itu.
"Na..." hanya itu yang terucap dr bibir perempuan yang kukenal dengan nama tante Mia itu sebelum akhirnya perempuan itu pingsan di pelukan Alex.
"Ini sudah ketiga kalinya mama pingsan sejak tadi pagi, Na. Mama benar-benar shock." kata Alex pelan di sebuah ruang perawatan tempat mamanya di rawat.
"Bagaimana dengan Sasa, Lex?" tanyaku.
"Dia masih belum sadar sejak di bawa kemari. Setengah dari tubuhnya menderita luka bakar serius." jawab lelaki itu dengan kepala menunduk dan tangan terkepal kuat. " bisa kamu bayangkan, Na? Sasa dulu begitu cantik, tapi sekarang dia...." kalimat itu menggantung seiring tatapan matanya yang seolah menghujam ke mataku. Tapi bola mata itu basah. Basah oleh air mata kepedihan dan kemarahan yang amat sangat. Akhirnya kupeluk juga lelaki yang sudah dua tahun menjadi lelaki yang paling dekat denganku setelah almarhum papa.
Dan tangis itupun pecah di bahuku. Tangis yang tak pernah sekalipun kulihat selama hampir tiga tahun perkenalan kami. "Aku akan membuat perhitungan dengannya, Na! Dia harus merasakan apa yang dirasakan Sasa!" bisiknya di tengah isakan tertahan itu.

Aku mengenal Sasa dan keluarganya sekitar 3 tahun saat aku di semester akhir kuliah S1ku. Dari Sasa juga aku mengenal Alex, kakak kandung semata wayangnya. Sasa juga yang dengan sekuat tenaga menjodohkan aku dengan Alex. Aku mengenal mereka berdua sebagai pribadi yang kuat. Sasa memang sedikit manja pada Alex. Wajar bagiku karena mereka hanya dua bersaudara. Sasa juga termasuk gadis yang cantik, dengan wajah tirus, bermata bulat hitam yang kontras dengan wajahnya yang putih. Secara personal, Sasa juga gadis yang ceria, pandai bergaul, dan bukan tipe gadis yang pilih2. Kekurangan calon adik iparku hanya satu, saat sedang jatuh cinta, dia menjadi benar2 bodoh.
Dan begitu juga saat dia berkenalan dengan Darma, seorang pemuda dengan wajah tampan yang telihat lembut. Begitu lembutnya sampai aku dan Alex merasa mereka berdua cukup serasi untuk jalan bersama. sampai suatu hari aku melihat memar di lengan kiri Sasa saat berenang bersama.
"Lenganmu kenapa, Sa?" tanyaku waktu itu. sejenak kulihat kekagetan di wajah gadis itu. lengan yang putih membuat memar itu terlihat sangat jelas.
"Ehm, gpp kok, Na. Cm kebentur tangga aja." jawab Sasa di tengah kegugupannya. Entah kenapa aku menduga kalau ada kebohongan di dalam getar suara Sasa. Tapi entah kenapa juga saat itu aku tak punya keberanian untuk memberitahu Alex tentang hal itu.
sejak saat itu, semakin sering aku melihat baik luka ataupun memar di tubuh Sasa. dan gadis itu selalu menyembunyikanya dengan berbagai macam alasan tentang luka-luka itu. Sampai suatu hari Alex menyadari ada bekas tamparan di pipi adiknya dengan sudut bibir yang meninggalkan jejak darah kering. Dan pertengkaran hebatpun terjadi. Alex yang sudah terpancing emosi segera membuat Darma babak belur dengan sukses, sementara dua hari setelahnya Sasa meninggalkan rumah tanpa kabar. sampai hari ini, tepat tiga bulan kemudian

"Lex...." panggilku setelah lama terdiam di ruang tunggu menunggui dua orang yang sama-sama terbaring lemah.
"Hmmm..." jawabnya
"Sebenarnya ada apa sih dengan Sasa?” tanyaku hati-hati, “maksudku, aku tahu ini kondisi yang buruk untuk Sasa, dan thanks God she is still alive. Tapi pasti ada yg lebih dari itu hingga membuat mama menjadi begitu shock." Alex terdiam mendengar pertanyaanku. Lama sekali lelaki itu menahan jawaban diantara kepalan tangannya. Amarahnya membuat ruangan panjang itu terasa begitu menakutkan. Aku tidak pernah melihat lelakiku semarah ini.
"Sasa hamil, Na.” jawab lelaki disampingku, “tapi dia kehilangan bayinya sebelum kebakaran itu terjadi." jawab Alex lemah. Aku terdiam. Informasi terbaru ini membuat aku kehilangan kata. Atau mungkin aku kehilangan keberanian untuk berkata-kata. Kupeluk lelakiku lebih kuat. Sekali lagi kepala yang selalu tegak itu bersembunyi di helai rambutku. Sekali lagi ada basah di leherku.
“Pikirkan Sasa dulu ya, Lex,” kataku kemudian setelah emosinya mereda, “be strong for her,” lelaki itu mengangguk dan aku menghela sedikit nafas lega.

Sudah dua minggu aku bolak balik ke rumah sakit diantara setumpuk pekerjaan yang padat merayap. Sasa mulai membaik secara fisik. Tapi hanya fisik saja. Luka bakarnya tidak separah kelihatannya, masih bisa transplatasi kata dokter. Tapi psikisnya memburuk. Hanya Alex yang bisa mendekatinya. Itupun dengan susah payah.
“Dia ambil semuanya, mas!” hanya kalimat itu yang berulang-ulang diucapkan Sasa dalam pelukan kakaknya. Lelakiku menatap mataku dengan kemarahan yang tak bisa lagi kugambarkan. Dekapannya makin erat pada Sasa. Aku sendiri hanya bisa menahan air mata dan sebisa mungkin tampak tegar.

“Aku sudah kontak anak-anak, Na,” kata Alex tiba-tiba setelah Sasa diijinkan pulang. Aku tahu betul siapa “anak-anak” yang dimaksudnya. Jaringan “pertemanan” lelaki ini tidak bisa dianggap main-main. Kalau cuma sampah macam Darma, sampai dia sembunyi di kolong tikus pun teman-teman Alex pasti akan menemukannya.
Aku beranjak dari tempat dudukku dan mulai ke dapur rumah yang sudah sangat kukenal ini. Tak lama aku menyerahkan secangkir teh hangat pada Alex. Saat seperti ini tak ada yang bisa menahan lelaki ini.
“Boleh aku meminta satu hal?” tanyaku hati-hati.
“Apa?” jawabnya dingin. Aku mengatup tangan yang sedang menggenggam cangkir teh itu selembut mungkin.
“Apapun yang akan kamu lakukan, tolong jaga tangan ini tetap bersih untukku,” bisikku pelan. Alex menatapku. Tatapannya tak lagi penuh amarah. Aku menemukan kelembutan itu di sudutnya. Aku menemukan lagi lelakiku. Anggukannya sedikit melegakanku.
“Iya,” katanya.
“Janji?” tanyaku sekali lagi.
“Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi aku janji,” jawabnya meyakinkanku. Aku tersenyum lega.
“Aku pulang ya?” pamitku yang dijawabnya dengan anggukan dan senyuman tipis.

R
Aku tersenyum.
Alex    : I promise
Jariku bergerak ke atas layar smartphoneku.
Nara    : Naja Shop, Rhabdophis subminiatus, one bite in the pulse.
~retracted~

Kumasukan kembali smartphoneku kembali ke tempatnya. Aku tahu Alex akan menepati janjinya.

Monday, April 3, 2017

Musik kebangkitan geliat kota Lama


Saya bukan penggemar musik klasik. Bukan pula pendengar yang baik untuk musik-musik instrumental. Pengalaman saya dengan musik klasik tak lebih dari cerita alm. Mbah kakung yang memang mempelajarinya semasa belajar di sekolah guru Van Lith dan tumpukan-tumpukan kaset yang diputar sesekali saat week end. Tapi saya suka melakukan sesuatu yang jarang dilakukan atau setidaknya mencoba hanya sekedar iseng. I always love experiences.

gedung yang belum 100% renovasinya tapi sudah bisa seindah ini
Dan kali ini keisengan saya terdampar di sebuah gedung tua yang bahkan belum selesai direnovasi di kawasan kota lama semarang. Resital itu bertajuk Reborn The Spirit Chamber Recital. Kalau diingat-ingat, tipe resital semacam ini sudah dua kali ini saya ikuti. Yang pertama di salah satu moment kunjungan singkat di Yaman tahun 2011 silam. Lalu apa itu chamber recital?
Chamber music recital adalah sebuah pertunjukan music klasik yang digubah untuk kelompok musick dengan jumlah orang yang sedikit. Awalnya pertunjukan ini diadakan di dalam ruangan istana. Yang sudah pernah baca manga “Rose of Versailles” pasti tahu pertunjukan-pertunjuk music kecil yang diadakan di dalam ruangan di istana Marie Antoinette yang kadang diterjemahkan sebagai ruang salon. Dan karena diadakan di ruang terbatas, dengan pendengar yang terbatas juga, harus diakui saya menikmatinya. Jauh lebih menikmati yang seperti ini dibanding menonton sebuah konser besar. Setidaknya itu pendapat saya dari dua acara yang saya ikuti meskipun dengan jeda 5 tahun. Hmm… sepertinya beberapa hal memang gak berubah. 👅👅
Seperti judulnya “Reborn The Spirit” recital ini diadakan sebagai sebuah upaya untuk membangkitkan kota lama yang sudah terlalu lama mati suri. Bagian kota ini membutuhkan banyak darah segar untuk membangkitkan kembali kemegahannya. Bagi saya yang besar di kota ATLAS  ini dan melewati kota lama setiap hari, impian untuk melihat bagian kota ini menjadi seindah kota-kota tua di bagian dunia lain rasanya bukan lagi mimpi dan semakin nyata wujudnya.
Dan seperti juga judulnya, musik-musik dari recital ini sungguh musik-musik yang luar biasa. Pilihan-pilihan yang jarang dipertunjukan. Musik-musik yang penuh energi dari Eropa Timur yang berbeda dengan romantisme mendayu ala Eropa Barat yang pernah diperdengarkan alm. Mbah kung.
Pertunjukan ini dibuka oleh String Ensemble dari SMP Dominico Savio dan sebuah pertunjukan piano tunggal oleh seorang gadis mungil nan cantik. Melihat anak-anak yang masih SMP berkolaborasi semacam ini (dan  kenyataan bahwa saya bekerja untuk yayasan yang sama) rasa bangga mau gak mau nyelip juga. Hehehe….
string ensemble dari domsav

string ensemble dari domsav


Setelah sambutan-sambutan, romantisme dibangun oleh suara indah penyanyi soprano E. Maharani dengan iringan piano lembut dari mbak Ade Simbolon. Kemudian kita sedikit jalan-jalan ke Brazil dan berpesta jazz klasik dengan alunan petikan gitar dari Henry. Belum lagi duet gesekan cello mas Asep Hidayat dan petikan gitar Henry makin memanjakan telinga saja.
E Maharani dan suara Sopran nya

Henry dan petikan gitarnya

Mas Asep dan Henry yang bikin romantis

Menu utama recital ini disajikan setelah jeda istirahat yang gak lama. Sekedar melenturkan kaki yang penat duduk. Pilihan menunya menurut saya sangat sexy. Entah kebetulan, entah tidak, tapi ditengah issue sejarah 65 yang sedang didiskusikan dimana-mana, mbak Ade dan mas Asep memilih gubahan Amir Pasaribu dengan tema-tema asia seperti cina dan vietnam sebagai salah satu menu utama. Lalu ada hentakan energi dari Hungaria dan Rusia. Dessert hentakan manisnya pesta ala Eropa Timur pada encore mau tak mau membuat para pendengar melakukan standing applause.
mbak Ade dan mas Henry. duet yang mempesona
Last but not least, thank you very much pada Gaung Dawai dan teman-teman untuk pengalaman menyenangkan ini setelah bertahun-tahun. Mungkin masih banyak kekurangan (seperti soal sound dan nyamuk), tapi itu toh bisa diperbaiki jika suatu saat ada kesempatan seperti ini lagi. 
para pendukung acara

Tuesday, January 31, 2017

Grebeg Sudiro – Sebuah Dialog Budaya

Indonesia adalah sebuah negara multi etnis. Salah satu etnis yang memiliki sejarah panjang di negeri ini adalah etnis tionghoa. Tidak hanya secara ekonomi, budaya –budaya masyarakat peranakan tionghoa mempengaruhi banyak kebudayaan Indonesia. Salah satunya adalah festival Imlek yang diadakan di berbagai daerah dengan kultur budaya tionghoa yang kuat.

Bagi warga solo pasti tidak asing dengan yang namanya Grebeg Sudiro. Bagi warga yang dari luar Solo seperti saya, well, perlu browsing dan tanya – tanya dulu. Hehehe.

Jadi apa itu Grebeg Sudiro?
Kalau orang Jawa pasti tahu apa itu grebeg. Grebeg adalah sebuah tradisi bagi masyarakat Jawa untuk menyambut acara-acara besar seperti Maulud Nabi dan Suro (Tahun Baru Jawa). Umumnya acara grebeg diawali dengan doa dan puncak acaranya adalah perebutan gunungan yagn biasanya berisi hasil bumi. Hasil bumi berbentuk gunungan ini biasanya adalah sedekah dari keraton untuk masyarakat sebagai bentuk syukur kepada Tuhan. Masyarakat Jawa, terutama sekitar keraton, percaya bahwa jika kita mendapatkan bagian dari gunungan tersebut (meskipun cuma lidinya saja) bisa mendapatkan berkah tersendiri.

Lalu bagaimana dengan Grebeg Sudiro? Dalam Grebeg Sudiro gunungan yang biasanya berisi hasil bumi berganti dengan ribuan kue kranjang, kue khas masyarakat etnis tionghoa saat menyambut tahun baru Imlek, yang diarak sepanjang kawasan Sudiroprajan. Kawasan Sudiroprajan sendiri adalah sebuah kelurahan di kecamatan Jebres di kota Solo. Kawasan ini merupakan kawasan yang ditempati oleh warga China peranakan. Di kawasan ini mereka hidup berdampingan  dengan masyarakat Jawa.
Proses arak-arakan Grebeg Sudiro diikuti gabungan kesenian tradisional tionghoa seperti liong dan barongsai, serta kesenian jawa seperti tarian tradisional dan reog. Bahkan kesenian-kesenian kontempores juga turut mengisi perarakan ini.  Arak-arakan ini akan berhenti di depan Klenteng Tien Kok sie di Pasar Gede. Perayaan ini juga mengawali dinyalakannya lentera atau lampion-lampion untuk menyambut Tahun Baru Imlek.
lampion di depan jendela Pasar Gede
Berbeda dengan Grebeg  Suro yang merupakan sebuah budaya dari masa lalu, Grebeg Sudiro adalah sebuah tradisi baru. Perayaan ini dimulai tahun 2007, meniru perayaan Grebeg Suro.  Meskipun begitu perayaan ini bukanlah perayaan yang tiba-tiba ada. Perayaan Grebeg Sudiro yang sudah dimulai sejak tujuh hari menjelang Tahun Baru Imlek ini adalah lanjutan dari tradisi lama yang disebut Buk Teko. Menurut Wikipedia, Buk Teko adalah sebuah tradisi syukuran menjelang Tahun Baru Imlek. Tradisi lama ini sudah dirayakan sejak Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono X (1893-1939).

Tahun 2017 ini, karnaval budaya Grebeg Sudiro diadakan pada hari minggu tanggal 22 Januari 2017. Acara perarakan ini dimulai pukul 12.00. Puncak acara perarakan ini dalah pembagian kue kranjang kepada masyarakat yang hadir mengikuti prosesi ini. Pada malam tahun baru Imlek acara ditutup dengan pesta kembang api di kawasan Pasar Gede.
lampion ayam

the rooster dan bapak-bapak PM yang jaga

persiapan barongsai

mencari jalan untuk persiapan tampil para penari barongsai

the dragon dance (liong)

band yang lagu-lagunya asik dan ajaib :D

pesta kembang api

pesta kembang api yang total 20 menit

para pengunjung 
Untuk saya yang berasal dari Semarang, perayaan Imlek bukan hal baru sebenarnya. Yang membuat Grebeg Sudiro ini terasa berbeda justru karena saya tidak melihat sesuatu yang “China banget” di acara ini. Acara ini benar-benar menjadi sebuah akulturasi budaya. Sebuah dialog budaya antar etnis yang tercipta dengan elegan. Jika di pasar Semawis Semarang, kita akan mendapatkan suasana seperti pasar malam di sebuah kawasan pecinan, mulai dari pedagang sampai lagu-lagunya, dan tentu saja para om-om, tante-tante, dan para eyang yang ikut acara karaoke. Sementara di Grebeg Sudiro saya nyaris tidak menemukan pedagang dari etnis Tionghoa. Sepanjang saya melihat hanya ada pedagang kecil biasa. Bahkan saya tidak menemukan penjual pork yang biasanya ada di Pasar Semawis Semarang. Buat saya ini menarik. Bahkan band yang menemani pengunjung menunggu pesta kembang api pun lagunya tidak ada yang lagu mandarin, setidaknya selama saya muter-muter di sekitar kawasan Pasar Gede dari jam 22.00 sampai kembang api selesai. Selain lampion beraneka bentuk dan aroma dupa yang selalu menyenangkan untuk saya, hanya ada tarian lion dan barongsai penanda budaya Tionghoa yang terlihat.

Sebagai agenda tahunan, acara Grebeg Sudiro ini not bad. Not bad at all.
PS: bikin saya pengen ke festival imlek lain di Indonesia *crossing fingers*



Source : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro
Foto: dokumen pribadihttps://id.m.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro

Sunday, January 29, 2017

Masjid Kota Gede


 Jogja tak pernah kehabisan tempat untuk melempar saya pada kenangan-kenangan sejarah. Kali ini kenangan itu bernama Masjid Kota Gede.

Seperti namanya, masjid ini berada di pusat kerajinan perak Jogja, Kota Gede. Masjid ini berada di sudut kawasan kota gede, berdekatan dengan pasar. Konon, masjid ini usianya jauh lebih tua dari Masjid Agung di kauman. Bahkan masjid Agung adalah versi besar dari Masjid Kota Gede.
gerbang depan masjid

ornamen tugu jam halaman masjid
bangunan masjid. di atas gerbang tertulis 1856 dan 1926
pintu ke serambi masjid

Bangunan Masjid Kota Gede bisa kita lewati ketika kita akan berkunjung ke makam raja-raja mataram. Entah kenapa saya suka masjid ini. Meskipun bangunan lama tapi tidak ada kesan singup. Kalau mesjid agung di alun-alun punya kesan megah dan gagah, tapi buat saya masjid ini memberi efek tenang. Banyaknya pohon juga memberi kesan sejuk yang mebuat nyaman. Gak malu, dah tidur di emper masjid saya. Hehehe
penghalang antara gerbang dan bangunan masjid. melihat tipe penghalang seperti ini di bali

kolam di sekeliling masjid

kolam di sekeliling masjid


Di belakang masjid terdapat komplek makam para founding father Kerajaan Mataram Islam, diantaranya Ki Gee Pemanhan, Panembahan Senopati, dan Panembahan Hanyakrawati (Seda ing Krapyak). Kompleks makam ini tidak setiap hari dibuka. Area pemakaman hanya dibuka pada hari minggu, senin, kami, dan jumat setiap jam 10.00 -13.00 WIB. Hari lain dan bulan Ramadhan area pemakaman ditutup. Kalau yang berniat ke makam bisa datang saat hari-hari tersebut dan menghubungi sekertariat untuk menyewa baju tradisional (wajib ini) dan tidak boleh ambil foto di area makam. Sedikit mengintip ke area makam, kijing pada makam terbuat dari batu-batu hitam. Kebanyakan sudah berlumut karena fakto usia. Aura singup ketika mengintip membuat saya ingin buru-buru menutup pintunya. Mungkin terpengaruh karena itu makam dan warna hitam batu-batu makamnya. Apa lagi pintunya juga hitam.
gapura ke arah makam dan sendang

gapura dari dalam


can you read it?

gapura ke makam

pintu ke makam
Di sebelah barat daya terdapat sepasang sendang yang disebut sendang kakung dan sendang putri. Saya membayangkan sepasang sendang ini pasti indah pada jaman dulu. Bahkan ketika tempat ini menjadi situs sejarah pun masih terasa keindahannya. Sendang kakung cukup terbuka dan bisa langsung dilihat ketika kita melewati gerbang sendang seliran. Sementara sendang putri meskipun letaknya lurus dengan gerbang tapi tempatnya lebih tertutup.
sendang kakung
sendang kakung
 
kolam sendang kakung
                                   
sendang putri
kolam sendang putri
semacam kamar mandi di sendang putri

Kesan pertama mengunjungi situs bersejarah ini selain tenang adalah bersih. Dengan begitu banyak pohon, kebersihannya patut diacungi jempol. Aroma dupa meski tak kuat dan sisa-sisa bunga tabur kering juga masih menghiasi beberapa sudut tempat ini.
sisa bunga dan dupa
bersih. bahkan sampah daun saja tidak ada
bangsal kencur - bisa dipakai untuk istirahat setelah mandi di sendang putri-
  

Untuk yang mau mampir bisa datang kapan saja.
HTM free
parkir motor: 1000
isi buku tamu di sekeratriat: sukarela
daftar jam buka

hormati peraturan ya :)


Tuesday, January 24, 2017

Istirahatlah Kata-kata; Sebuah Melodi Tanpa Coda

Awal minggu ini berkesempatan memberi sedikit vitamin pada otak yang sedang jenuh. Terima kasih untuk yang sudah rela menemani dan mengurangi jam tidur demi nomat. I really appreciate it.

huft.....
yang berniat menonton film ini untuk refreshing, lupakan saja. film ini tidak ada refreshnya blas.
"makanya yang nonton dikit mbak," *ngomong ma diri sendiri*
kalau yang melihat jadwal nonton di 21cineplex akan melihat ini sebagai film biografi. menurut saya sih gak sepenuhnya biografi. buat saya lebih cocok dibilang kisah pelarian.

film ini berkisah tentang proses pelarian seorang penyair bernama Wiji Thukul sejak insiden kerusuhan 27 Juli 1996 yang melibatkan PRD pada masa orba. lelaki sederhana ini meninggalkan semua yang dimilikinya karena puisi-puisinya yang menyerang pemerintah. kata-kata yang jujur yang mewakili kebosanan rakyat pada rezim bobrok yang hanya gemilang di luar tapi penuh borok di dalam. rezim milik the smiling general.

tak seperti film-film populer, film ini tenang, terlalu tenang pada moment-moment tertentu. seperti sebuah meditasi visual. tidak ada music yang menghentak, tidak ada gambar yang fantastis, tidak ada make up yang ajaib. film ini bersih. kalau saya bilang film ini seperti seduhan green tea diantara asupan radikal bebas sinetron TV gak jelas. yang ada di film ini adalah alunan puisi dari sepasang mitraliur tak sempurna. 

partner nonton saya berkomentar bahwa film ini membuat dia merasa seperti kembali ke saat-saat dia menjadi bagian dari pergerakan 1998. saya tidak punya pembanding yang sama karena saat itu saya hanya merasakan efek jauh. saya tidak terlibat periode itu. tapi entah kenapa saya merasa memahami kengerian sekaligus heroismenya. kisah-kisah yang saya dengar dari keluarga dekat cukup membuat saya seolah ada di sana. 

ketika film berakhir, kami tak juga beranjak. rasanya seperti butuh jeda untuk bernafas. rasanya seperti mendengarkan lagu yang terus meninggi tanpa ada ritme closing. seperti melodi yang tak punya coda. dan emosimu terlanjur ada di atas. kata partner nonton saya, film ini endingnya gak jelas. buat saya film ini memang tak seharusnya punya ending kita sang tokoh yang diceritakan hingga sekarang tak tahu apakah sudah berakhir atau tidak.

"aku tidak ingin kamu pergi, tapi aku juga tidak ingin kamu tinggal. aku hanya ingin kamu ada"
-sipon- 

ISTIRAHATLAH KATA-KATA

istirahatlah kata-kata
jangan menyembur-nyembur
orang-orang bisu

kembalilah ke dalam rahim
segala tangis dan kebusukan
dalam sunyi yang mengiris
tempat orang-orang mengingkari
menahan ucapannya sendiri

tidurlah kata-kata
kita bangkit nanti
menghimpun tuntutan-tuntutan
yang miskin papa dan dihancurkan

nanti kita akan mengucapkan
bersama tindakan
bikin perhitungan

tak bisa lagi ditahan-tahan

solo, sorogenen,

12 agustus 1988

copied from here